28 Oktober, 2020

HEMAT ENERGI, SAYANGI NEGERI!

 


Oleh: Esa Septian

Setiap tanggal 27 Oktober diperingati sebagai hari listrik nasional. Bicara tentang energi, listrik termasuk sumber energi alam yang dapat memberikan manfaat sangat besar bagi kehidupan. Listrik merupakan Sumber kebutuhan manusia yang utama selain kebutuhan pokok hidupnya. Selain menerangi jagat raya, Peran penting listrik untuk manusia sudah menjadi ujung tombak segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Atau dengan kata lain, dunia saat ini tak mungkin lagi tanpa listrik. Listrik sudah menjadi urat nadi kehidupan saat ini.

Di era modern ini, segala apapun kegiatan dan kebutuhan manusia tak dapat terlepas dari yang namanya energi listrik. Terlebih pertumbuhan penduduk semakin meningkat dan kemajuan teknologi informasi semakin pesat yang  menuntut dan mendorong penggunaan listrik semakin besar.

Tak dapat di pungkiri lagi kita sebagai konsumen dan penikmat listrik sudah bergantung terhadap penggunannya, jika listrik padam atau tidak ada maka kita akan mengeluhkan hal tersebut. Persebaran listrik masih belum merata, kita tengok di ujung penjuru Indonesia sekarang ini masih banyaknya masyarakat setempat yang belum merasakan dan menikmati aliran listrik ini. Kita hidup di sebuah perkotaan dengan mudahnya mendapatkan akses listrik tersebut tanpa memikirkan saudara kita bagaimana rasanya hidup di pedalaman desa . Secara tidak di sadari banyak pemborosan listrik yang sering terjadi dan di abaikan, seperti membiarkan lampu, charger hp/laptop, TV, AC/kipas dan sejenisnya yang sekiranya tidak begitu penting untuk digunakan terus menerus dinyalakan. Hal  yang harus diwaspadai dan dipikirkan untuk kedepan nanti adalah apakah generasi yang akan datang juga dapat menikmati energy listrik?

Kesadaran masyarakat dalam menghemat listrik jauh dari apa yang diharapkan, mengajak masyarakat untuk menghemat energi listrik bukan tentu hal yang mudah. Meningkatnya penggunaan listrik dapat dilihat dari tingkat kemakmuran masyarakat kita sendiri. Namun demikian jika penggunaan energi listrik secara berlebihan akan berdampak buruk bagi masyarakat itu sendiri.

Kita tidak menyadari bahwa menggunakan listrik secara berlebihan dapat berakibat fatal terhadap kelangkaan energi listrik di Indonesia. Adanya pemadaman listrik bergilir diakibatkan pemborosan listrik. Pemanasan global atau biasa kita sebut “global warming” juga termasuk salah satu akibatnnya, kita ketahui sekarang iklim bumi kita ini sudah tidak beraturan lagi seperti dulu, terjadinya perubahan iklim musim panas yang berkepanjangan, krisis air bersih, dan kebakaran hutan serta pemanasan ruma kaca. Maka dari persoalan tersebut perlu adanya tindakan preventif bukan hanya dari pemerintah saja tapi dari diri kita sendiri, harus ada upaya penghematan dan perbaharuan listrik di negeri tercinta ini. Dalam upaya tersebut kita bisa memulainya dari diri kita sendiri, dari rumah kita sendiri dari hal-hal yang kecil yang sering kita abaikan yaitu mematikan lampu di siang hari, mencopot charger hp/laptop, mematikan TV, AC/Kipas bila sudah tidak digunakan lagi. Bila dari sekarang kita sudah membudayakan menghemat listrik maka di masa yang akan datang tidak akan ada kesengsaraan. Jika kita sayang dan peduli dengan negeri ini maka gunakanlah dengan bijak untuk kehidupan listrik yang lebih baik (electricity for a better life).

13 Oktober, 2020

PENERAPAN TEORI ADVOCACY COALITION FRAMEWORK DALAM PENERTIBAN PKL DI KAWASAN MALIOBORO

 A.    Model Formulasi Kebijakan “Advocacy Coalition Framework (ACF)

Advocacy Coalition Framework atau ACF merupakan model sistem yang berbasis menghubungkan tahapan siklus model kebijakan melalui pendekatan top down dan bottom up (Esa, 2016:256). Pendekatan tersebut sangat cocok untuk digunakan bagi pemangku kebijakan dengan memperhatikan kerjasama antar kepentingan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Menurut Howlet dan Ramesh dalam Tamrin (2017:145), ACF sebagai sekelompok pengambil kebijakan dalam subsistem kebijakan. Aktor-aktor yang ada terdiri dari pelaku kepentingan instansi pemerinta dan swasta maupun organisasi masyarakat yang berhubungan atas dasar pencapaian tujuan bersama.

Model Formulasi ACF dibentuk pada tahun 1988, pada masa itu penggunaan teori ACF berkaitan dengan kebijakan energi dan lingkungan di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa membahas isu polusi, udara, kebijakan kelautan, kebijakan air dan mineral serta perubahan iklim. Seiring berjalannya waktu, penerapan ACR berkembang pada area diluar kebijakan tersebut seperti kekerasan dalam rumah tangga, kebijakan narkoba, dan Kesehatan publik. Peningkatan jumlah peneliti juga meningkat pada Negara Asia, Afrika.

Menurut Sabatier dan Weible dalam Fischer, Miller & Sidney (2007), mengemukakan masalah-masalah yang terjadi secara intens dapat dikembangkan melalui pembuatan kebijakan melalui ACF. ACF sebagai model yang di anggap mampu untuk memahami dan menjelaskan perubahan kebijakan Ketika ketidaksepakatan antar pemilik kepentingan untuk tujuan tertentu. Teori ACF mementingkan kedua belah pihak untuk menghasilkan win win solution terhadap kebijakan yang akan diterapkan.

ACF menjelaskan proses implementasi dan perubahan kebijakan publik serta memfokuskan subsistem kebijakan sebagai unit analisis utamanya. Penyebab perubahan kebijakan yang terjadi dalam koalisi advokasi karena adanya perubahan-perubahan yang bersumber dari eksternal sehingga memungkinkan kekuasaan dapat membentuk sistem kepercayaan seseorang atas orang lainnya. Pemahaman terhadap perubahan kebijakan melalui pendekatan dapat menyeluruh dari proses, implementasi sampai perubahan kebijakan (Sabatier dalam Aslinda, 2017:630). Penjelasan lebih detail terkait model formulasi kebijakan yang diadposi oleh Sabatier bahwa ACF memiliki komponen yang saling berinteraksi untuk mempengaruhi keyakinan dan perubahan kebijakan. Salah satu cara terbaik untuk memahami, mempelajari, dan menggunakan ACF adalah diagram alir sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1.1 Diagram ACF

Sumber: Sumber: Sabatier dan Jenkins-Smith, 1999

Dari gambar di atas, dapat dilihat adanya komponen-komponen yang saling berpengaruh terjadap komponen lainnya. ACF menetapkan permasalahan yang menjadi fokus dari munculnya suatu kebijakan seperti halnya permasalahan lingkungan dan perubahan kebijakan. Tujuan dari teori ini, yaitu pertama, mengunakan dan mengembangkan informasi pada suatu model alternatif kebijakan yang didukung oleh koalisi. Kedua, ACF memanipulasi forum keputusan, dan ketiga, berusaha untuk mencoba mencari dukungan birokrasi yang dijadikan sebagai anggota koalisinya (Esa, 2016:260). Adanya kepercayaan yang muncul berawal dari kerjasama dan mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam ACF duntuk mencapai proses perubahan kebijakan (policy change) sangat diperlukan dan memetakan actor-aktor yang terlibat dalam kebijakan tersebut.

ACF menetapkan model individu dan rasional untuk kemampuan terbatas yang merangsang proses kebijakan publik. Model individu ACF memotivsi actor kebijakan untuk mencari lawan yang berpikiran sama dan membentuk koalisi advokasi. Dalam individu memiliki sistem kepercayaan hierarki. Pada tingkat teratas yakni keyakinan normative atau fundamental yang mencakup subsistem kebijakan dan sangat tahan terhadap kebijakan. ditingkat menengah mengarah pada inti kebijakan yang empiris mencakup seluruh subsistem kebijakan. ACF mengidentifikasi sebelas kategori keyakinan inti kebijakan, termasuk persepsi tingkat keparahan dan penyebab masalah di seluruh subsistem, orientasi pada prioritas nilai dasar yang secara langsung terkait dengan subsistem kebijakan, efektivitas instrumen kebijakan, dan distribusi kewenangan yang tepat antara pasar dan pemerintah (Fischer dkk, 2007).

Formulasi ACF mengharuskan para kepentingan untuk saling bekerjasama (koalisi), namun dalam interaksinya subsistem kebijakan menimbulkan persaingan yang kompetitif, perselisihan kebijakan antara koalisi advokasi sering bereskalasi menjadi konflik politik yang intens. Konflik antar koalisi ini dimediasi oleh “broker kebijakan”. Broker kebijakan berusaha untuk mencari kompromi yang masuk akal diantara koalisi yang berseberangan. Banyak aktor yang berbeda yang juga memainkan peran broker kebijakan. Kebijakan broker biasanya dipercaya oleh kedua koalisi dan memiliki otoritas pengambilan keputusan. Kondisi ini hanya dapat teratasi dengan kemunculan penengah mediasi antara dua koalisi tersebut dan penengah kebijakan yang bisa memberikan solusi yang terbaik.

Perubahan kebijakan dalam koalisi advokasi disebabkan oleh perubahan eksternal yang meempengaruhi kepercayaan seseorang. ACF memiliki periode waktu yang panjang dari mulai proses kebijakan, sampai implementasi kebijakan, dan untuk memahami perubahan kebijakan dalam periode waktu yang panjang. Menurut Esa (2016:260) menyatakan bahwa faktor eksternal dapat berpotensi menentukan perubahan kebijakan yang akan dimonitoring dari waktu ke waktu. Perubahan kebijakan memiliki karakteristik seperti Policy Oriented Learning (POL) yakni perbaikan kebijakan. perbaikan kebijakan tersebut melibatkan actor kepentingan yang berimplikasi pada gagasan atau ide yang berkontribusi pada proses kebijakan sehingga menghasilkan ouput yang nyata dan outcome dari hubungan koalisi.

 

B.    Penertiban PKL di Kawasan Malioboro

Kota Yogyakarta merupakan Kota Pelajar dan Kota Pariwisata. Banyaknya tempat objek wisata yang ada di Yogyakarta menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Malioboro sebagai tempat icon wisata yang sangat terkenal di Yogyakarta. Kawasan malioboro selalu dipadati oleh para wisatwan untuk berwisata, maupun berbelanja membeli souvenir/oleh-oleh khas jogja. Keramaian malioboro tidak terlepas dari banyaknya para pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan seperti kerajinan, tas, sepatu, batik, gantungan kunci, makanan dan minuman dan sebagainya.

Keberadaan PKL pada dasarnya mengangkat ekonomi lokal warga sekitar. Disisi lain PKL diharapkan dapat menjaga kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keindahan sehingga mendukung malioboro menjadi icon pariwisata. Namun dalam pelaksanaannya Kawasan malioboro masih memiliki problem terkait ketertiban PKL yang mengganggu fasilitas trotoar, sehingga para pejalan kaki tidak nyaman dan sulit mendapatkan tempat akibat para PKL berjualan sembarangan. Melihat permasalahan tersebut Pemerintah Kota Yogyakarta berusaha melakukan perencanaan untuk menata Kawasan malioboro dengan melibatkan para PKL untuk dapat memberikan ruang bagi pejalan kaki.

Pemerintah Kota Yogyakarta mengeluarkan perda, yaitu Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2010 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima Kawasan Khusus Malioboro - A. Yani. Perda tersebut berisi tentang penataan Kawasan yang boleh digunakan oleh para PKL dan Kawasan yang dilarang untuk berjualan. Menurut Perwali tersebut pedagang kaki lima sebagai penjual barang dan atau jasa yang secara perorangan berusaha dalam kegiatan ekonomi yang menggunakan daerah milik jalan atau fasilitas umum dan bersifat sementara/tidak menetap dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak. Dengan demikian, para PKL harus memiliki lapak usaha dengan izin penggunaan lokasi PKL dan syarat tempat usaha berbentuk bongkar pasang.

Relevansi dengan teori Advocacy Coalition Framework ialah adanya kerjasama atau koalisi yang dibangun dalam mendukung implementasi kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan Bersama dan saling menguntungkan satu sama lain. Alasan dalam penataan Kawasan malioboro sebagai bentuk mengakui keberadaan PKL dan sebagai dasar hukum, untuk memfasilitasi dan membina para PKL. Actor-aktor yang terlibat dalam ACF, Koalisi A yaitu UPT Malioboro dan Satpol PP. Sedangkan Koalisi B, yaitu, organisasi paguyuban PKL Malioboro dan Koperasi Tri Dharma Yogyakarta. dan Broker Kebijakan, yakni Lembaga Pemberdayaan Komunitas Kawasan Malioboro (LPKKM) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) sebagai Lembaga sosial masyarakat untuk mewadahi partisipasi masyarakat yang dimitrai oleh kelurahan.

Para PKL yang melanggar peraturan tersebut akan mendapatkan hukuman yang diatur dalam pasal 3 ayat (1), Pasal 6 dan Pasal 8 Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan paling lambat 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Selain itu, pemerintah juga memiliki hak untuk mencabut izin usaha pedagang kaki lima dan menutup lokasi usaha yang selain lokasi yang telah diizinkan.

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dengan berkoalisi pihak swasta maupun masyarakat. sebagai langkah untuk mewujudkan pedestarian Kawasan malioboro. Output nyata yang diharapkan dari penataan PKL malioboro, yaitu memberikan kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung dan bentuk pengakuan PKL yang secara legal mendapatkan izin usaha. Outcome sebagai dampak atau manfaat dari adanya penataan ini ialah mewujudkan pedestarian dan proses pembinaan terhadap para PKL di kawasan malioboro.

 

 

 

 

C.    Argumen

Model Formulasi kebijakan menggunakan teori Advocacy Coalition Framework sangat berguna untuk mendapatkan solusi terbaik bagi para pemangku kepentingan. Teori ACF melakukan pendekatan kedua belah pihak Pemerintah-swasta sebagai cara untuk merealisasikan tujuan Bersama. ACF memiliki periode waktu yang panjang dari mulai proses sampai dengan perubahan kebijakan. perbaikan kedepan sangat penting dalam menanggapi tuntutan yang ada, sehingga output dan outcome dapat tercapai.

Komponen-komponen yang disajikan oleh Sabatier menunjukan bahwa adanya keterkaitan antar komponen. Dari mulai tahapan parameter sistem stabil memiliki jangka waktu yang lama, menyusun sifat masalah, membatasi sumber daya yang tersedia bagi peserta kebijakan, menetapkan aturan dan prosedur untuk mengubah kebijakan dan mencapai keputusan kolektif, dan secara luas membingkai nilai-nilai yang menginformasikan pembuatan kebijakan. Adanya perubahan kebijakan, pemetaan policy subsistem antara kubu koalisi kepentingan dengan ditengahi oleh broker kebijakan, sampai pada output dan outcome tujuan dari kebijakan tersebut.

Teori ACF merefleksikan bagaimana pengaruh kebijakan dalam penataan Kawasan malioboro. Malioboro sebagai tempat yang dapat diakses oleh publik. Keberadaan para PKL bukanlah menjadi penyakit pemerintah melainkan sebagai potensi untuk mengembangkan ekonomi lokal warga sekitar. Hadirnya Peraturan Walikota Nomor 37 Tahun 2010 sebagai upaya untuk menata dan membina para PKL agar dapat mewujudkan malioboro yang mengedepankan hak pejalan kaki. Kesemrawutan malioboro yang identik sebagai pasar (kotor, sampah dimana-mana, bau) dan PKL ilegal yang tidak memiliki izin usaha, harus dapat segera ditindak lanjuti dengan komitmen dan konsistensi pemerintah dalam menegakan perwali tersebut. Peran koalisi sangat berguna untuk mengedepankan aspirasi dan partisipasi pelaku usaha sehingga hasil dari kebijakan tersebut dapat menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan tujuan bersama.


 

REFERENSI

Fischer, Frank. Miller, Gerald J. & Sidney, Mara S. (2007). Handbook of Public Policy Analisis. CRC Press.

Esa, Radin Fadhillah. (2016). Pertarungan Kepentingan Politik Dalam Perumusan RPJM Daerah Kabupaten Mojokerto Tahun 2011-2015. Jurnal Politik Muda. http://repository.unair.ac.id/id/eprint/45810

Tamrin, M. Husni. (2017). Interaksi Aktor Kebijakan dalam Pengelolaan Wilayah Jembatan Suramadu dalam Perspektif Advocacy Coalition Framework (ACF). Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. https://doi.org/10.21070/jkmp.v5i2.1312

07 Oktober, 2020

OPen (Optimalisasi Pendidikan): Strategi Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dalam Pembangunan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045

 

 

Oleh: Esa Septian, S.AP

STIA “AAN” Yogyakarta

 

Pendidikan merupakan tempat untuk mencetak dan membangun generasi muda melalui pembelajaran, keterampilan dan pengembangan potensi diri. Pendidikan didasari atas dorongan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berdampak positif terhadap pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Tujuan pendidikan di indonesia sejatinya sudah tertuang dalam UUD 1945 pada alenia ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan melalui pendidikan dapat terkualifikasi dan memiliki kompetensi yang baik. Jika SDM memiliki kualifikasi yang baik, maka pasar tenaga kerja pun akan mampu menyerap mereka dengan baik. Oleh karena itu, terlihat jelas bahwa pendidikan memiliki korelasi dengan keadaan sosial di Indonesia. Artinya, jika partisipasi pendidikan terus meningkat maka potensi kesejahteraan pun juga turut meningkat dan SDM yang berkualitas akan menjadi kekayaan negara dalam memenangkan persaingan global dunia.

Sejauh ini, pendidikan masih dipercaya sebagai pusat pengembangan kapasitas SDM dan pembangunan berkelanjutan. Alur berpikir  yang umum digunakan ketika dihadapkan pada topik mengentaskan kemiskinan. Pendidikan dapat menciptakan manusia yang berkualitas. Semakin tinggi pendidikan seseorang jaminan kualitas pun bertambah, maka peluang mendapat pekerjaan dengan upah yang lebih tinggi lebih terbuka. Dengan upah yang lebih tinggi maka standar dan kualitas hidup yang dijalani lebih layak. Artinya masyarakat akan berkesempatan luas untuk terlepas dari jeratan kemiskinan.

Gary Becker, Edward Denison, dan Theodore Schultz (dalam Tobing, 2001), menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Argumen yang digunakan dalam teori ini adalah manusia yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas maka semakin banyak orang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas dan hasilnya ekonomi nasional akan tumbuh lebih tinggi.

Realisasi pendidikan di indonesia masih banyak mengalami tantangan yang berat dalam menghadapi arus modernisasi, berikut fenomena-fenomena pendidikan yang terjadi di indonesia saat ini:

1.     Masyarakat masih Tabu terhadap Pendidikan

Masyarakat indonesia pada umumnya masih menganggap pendidikan merupakan hal yang kurang menjanjikan untuk masa depan. Contohnya, para orang tua lebih menganggap pendidikan sebatas formalitas dan hanya menghabiskan biaya mahal saja yang berujung pengangguran. Para orang tua lebih memilih memberikan “Pakan” bukan “Pancing” yaitu Memberikan modal harta bukan modal invetasi pendidikan. Meandset ini harus di ubah dari sekarang mengenai tabunya pendidikan dimata masyarakat apalagi di daerah yang Index Pembangunan Manusia (IPM)  nya rendah.

2.     Pengalokasian Dana Pendidikan dan Penerima Beasiswa

Pembangunan SDM yang berkualitas membutuhkan dana yang sangat besar. Total anggaran dana pendidikan saat ini sudah mencapai Rp.441 Triliun (DetikFinance.com). Namun, alokasi anggaran dana pendidikan yang diberikan oleh pemerintah tak memberikan dampak yang signifikan. Alokasi 20% dari total APBN jumlah yang digunakan daerah untuk gaji dan tunjangan guru jauh lebih besar dibanding alokasi untuk pembangunan prestasi anak bangsa maupun perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dana pendidikan di indonesia masih sangat kurang dibandingkan negara-negara lain seperti jepang dan singapura. Negara-negara tersebut sudah mewajibkan warga negaranya untuk wajib berpendidikan sampai sarjana dengan dibiayai oleh negara melalui dana pendidikan. Negara yang maju akan dihuni oleh orang-orang yang berkualitas. Hal ini menjadi tugas yang berat ketika dana pendidikan yang dianggarkan masih jauh dari harapan karena habis untuk biaya gaji dan lain-lain saja. Disisi lain, Beasiswa merupakan fasililitas yang diberikan melalui dana pendidikan kepada generasi muda berprestasi yang kurang mampu dari segi biaya. Namun, masih  terlihat kurangnya bidikan/ sasaran yang tepat terhadap penerima beasiswa.

3.     Minimnya Skill dan keterampilan

Dalam menghadapi persaingan global, masyarakat indonesia masih dihadapkan persoalan minimnya skill/keterampilan dibidang tertentu. Skill dan keterampilan sangat diperlukan bagi masyarakat dalam mengurangi jumlah pengangguran yang semakin banyak, terlebih saat ini memasuki zaman revolusi industry 4.0 notabene nya sudah memasuki dunia teknologi serba canggih. OPen diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan baik dari system, tenaga pendidik dan fasilitas pendidikan agar dapat mampu menciptakan lulusan-lulusan yang berkompeten dibidang nya dan mampu bersaing menghadapi kemajuan zaman.

A.    Tantangan dan Peluang

1.     Tantangan

Kemajuan di zaman revolusi industry 4.0 mengubah banyak hal terhadap kehidupan masyarakat. Pengetahuan dan teknologi telah masuk ke negara indonesia dengan cepat misalnya dalam memesan taksi, pesawat, makanan dan lain-lain dapat dilakukan dengan jarak jauh.

Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mempersiapkan penduduk usia kerja dengan memberi pendidikan dan keterampilan serta magang kerja sebelum memasuki lapangan kerja. Generasi muda yang berpendidikan tinggi perlu dipersiapkan dengan keterampilan kerja sehingga outputnya dapat produktif dan siap menghadapi persaingan global.

2.     Peluang

Di zaman Generasi millennial atau generasi Y ini merupakan generasi muda sangat di untungkan dan di unggulkan dari pada zaman sebelumnya yaitu generasi X. Generasi Y  sarat dengan memanfaatkan teknologi canggih. Eksistensi tersebut menjadi harapan positif dan tumpuan masa depan sebuah bangsa.

Penduduk yang berusia muda dan produktif dapat berpeluang mengembangkan usaha-usaha yang saat ini telah bermunculan seperti perusahaan start up, e-commerce, toko online dan lain-lain. Namun, dalam menjalankan usaha tersebut perlu keterampilan-keterampilan tertentu yang harus di tingkatkan agar kedepan generasi ini dapat menyesuaikan perkembangan zaman dan menciptakan inovasi baru dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

Pemerintah pusat dan daerah perlu memfasilitasi dan mendorong lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan berbagai keterampilan sehingga mampu menghasilkan tenaga-tenaga terampil untuk memasuki lapangan pekerja, tidak menambah jumlah kemiskinan dan bahkan memperluas lapangan pekerjaan.

B.    OPen (Optimalisasi Pendidikan) Menuju Indonesia Emas 2045

Pendidikan harus ditanamkan pada masyarakat khususnya masyarakat desa pedalaman yang masih meragukan pendidikan sebagai ladang investasi terbaik dimasa depan. Pendidikan akan berguna bagi generasi bangsa untuk menghadapi kemajuan zaman yang semakin canggih bahkan persaingan dunia semakin ketat dengan masuknya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Dalam menuju indonesia Emas mestinya kita persiapkan dari sekarang, emas yang berarti masa kejayaan indonesia.

 Gambar 1.1

Skema OPen Menuju Indonesia Emas 2045

 

Sumber: Penulis, 2020

1.     Sumber Daya Manusia yang Berkualitas

Pada gambar 1.1 upaya mempersiapkan SDM berkualitas perlu dilakukan pemerintah pusat dan daerah bersama lembaga pendidikan serta masyarakat secara sinergis membangun bersama dengan upaya sebagai berikut:

a.     Meningkatkan Rasio Masyarakat Berkesadaran Tinggi Pendidikan

Dalam menyelamatkan generasi muda dimulai dari kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan. Pendidikan menjadi solusi terhadap permasalahan mengenai kemiskinan sampai saat ini belum teratasi. Meskipun banyaknya program-program dari pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskinan meliputi bantuan sosial, bantuan raskin dan lain-lain masih dianggap belum efektif dalam pengentasan kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat tercemin dari masyarakat yang rata-rata menempuh pendidikan tinggi serta dibekali keterampilan yang mumpuni di bidangnya. Rasio masyarakat dapat terus meningkat ketika masyarakat menyadari pentingnya generasi muda dalam menghadapi tantangan global.

b.     Pengelolaan Dana pendidikan dan Sasaran Penerima Beasiswa

Pemerintah pusat dan daerah harus merencanakan penggunaan APBN/APBD dengan politik anggaran yang bisa mendongkrak tingkat pendidikan. Dana pendidikan murni 20% harusnya tidak termasuk gaji guru dan PNS melainkan terfokus untuk peningkatan prestasi anak bangsa dan kualitas pendidikan.

Dana pendidikan tercermin dari perencanaan dan pengelolaan dana yang baik.  Penggunaan dana pendidikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Maka dana pendidikan dapat tersalurkan dengan tepat sasaran dan  sesuai dengan kondisi kebutuhan masyarakat saat ini.

c.     Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan merupakan tempat produksi pengetahuan. Tugas untuk mengkreasikan model pendidikan dalam menyiapkan SDM berkualitas, pelatihan ketrampilan kerja, pendidikan moral, kemampuan berbahasa asing dan lain-lain. Tenaga kerja dipersiapkan melalui pelatihan-pelatihan, magang kerja dan yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan moral/ahlak seperti kejujuran, disiplin, etos kerja dan lain-lain.

2.     Pembangunan Karakter (Character Building)

Karakter merupakan pendukung utama dalam pembangunan bangsa. Soekarno (Soedarsono, 2009) mengatakan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building). Character building inilah akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat.

Pembangunan karakter yang dilaksanakan dengan terencana dan baik serta berkelanjutan menciptakan SDM yang berkualitas yang berpengetahuan dan bijaksana sesuai dengan tuntutan zaman revolusi industry 4.0. Pembangunan karakter terintegrasi dalam seluruh hidup dan kehidupan masyarakat.

Karakter bangsa indonesia adalah Pancasila. Dalam penerapan nilai kehidupan sehari-hari pancasila masih dianggap relevan dalam menghadapi arus globalisasi dan modernisasi.

Pada tahun 2045 Indonesia optimis akan menjadi negara maju. Ketika suatu negara sudah maju, seringkali lupa terhadap identitasnya. Maka pancasila tetap harus dipertahankan sebagai identitas bangsa indonesia agar terhindar dari paham liberalisme.

3.     Bonus Demografi Indonesia

Pada tahun 2020-2030, bangsa Indonesia akan mendapat Bonus Demografi atau bonus kependudukan. Komposisi penduduk Indonesia pada tahun 2020-2030 adalah penduduk dengan usia produktif sangat besar, sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.

Penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan menjadi salah satu fokus Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Bonus demografi yang diprediksi akan terjadi dalam rentang waktu tahun 2020-2030 harus diimbangi dengan peningkatkan kualitas SDM dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini, para generasi muda dapat berkontribusi dalam penanggulangan kemiskinan.

Bonus Demografi ini akan menguntungkan bagi pembangunan Indonesia apabila modal sumber daya manusia (SDM) dapat dipersiapkan dengan baik, sebaliknya bisa menjadi bencana apabila pemerintah dan masyarakat tidak mengantisipasi dengan melakukan langkah-langkah persiapan yang mendasar yaitu meningkatkan kualitas SDM melalui OPen.

Gambar 1.2

Era Bonus Demografi Indonesia 2030

 

 Sumber: Penulis, 2020
 

Sumber daya manusia dan infrastruktur harus bersama-sama sinergi dalam mewujudkan pembangunan indonesia yang efektif. Di sisi lain, SDM merupakan pondasi yang utama dalam pembangunan indonesia sebab yang mengelola sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Peran SDM yang berkualitas sangat diperlukan dalam mengelola kekayaan alam yang dimiliki oleh indonesia.

Infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan indonesia. Namun, masyarakat masih beropini pembangunan berarti berwujud “fisik” yaitu Infrastruktur, padahal infrastruktur hanya sebagai penunjang operasional.

Pembangunan di indonesia dikatakan berhasil bukan dari segi banyaknya bangunan yang didirikan, jalan tol dibangun, ataupun gedung-gedung dibangun. Tetapi pembangunan dapat di lihat dari kedua sisi yaitu kualitas dan kuantitasnya. Pembangungan dikatakan berhasil yaitu dapat menjaga keseimbangan alam yang efektif dan efisiensi untuk masyarakat indonesia.

4.     Tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs)

Tujuan SDGs meliputi 17 program hingga rentang waktu sampai tahun 2015-2030 yang merupakan lanjutan dari pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000-2015. Dengan SDM yang berkualitas dan produktifnya usia muda (Bonus Demografi) Indonesia dan pengentasan kemiskinan bagian dari agenda pembangunan berkelanjutan dapat terwujudkan.

Konsep pembangunan berkelanjutan dianggap sebagai jawaban untuk mengatasi dampak negatif pembangunan. Konsep ini sudah ada sejak tahun 80-an sebagai respon terhadap tantangan ekonomi dan sosial, dengan memberikan perhatian terhadap lingkungan dan konservasi sumber daya alam (UNESCO, 2011).

Pendidikan dapat mempercepat pembangunan berkelanjutan, karena melalui cara ini persepsi, perilaku dan sikap akan berubah. Konsep Education for Sustainable Development (ESD) atau Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (PPB) muncul sebagai jawaban untuk mencapai pembangunan yang dicita-citakan. Konsep ini melibatkan semua pihak secara global untuk memberikan kontribusi dan perubahan ke arah yang lebih baik.

C.    Menuju Indonesia Emas 2045

Tahun 2045 adalah tahun penggenapan 100 tahun Indonesia merdeka. Keadaan Indonesia tahun 2045 akan ditentukan oleh tahun-tahun sebelumnya, dan jika dideskripsikan adalah merupakan suatu prediksi berdasarkan fenomena-fenomena global setiap abad dan segala tuntutannya.

OPen dapat menjawab tuntutan tersebut dan menjadi peran peting dalam mempersiapkan indonesia menuju kejayaan indonesia pada tahun 2045. Persiapan dalam menuju tahun keemasan tersebut diantaranya ialah mempersiapkan SDM yang berkualitas, infrastruktur, kualitas kelembagaan dan kebijakan pemerintah.

SDM yang berkualitas akan berdampak kepada kemajuan negara untuk meningkatkan perekonomian di negara Indonesia. Bangsa yang berkualitas dapat terwujud dengan adanya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan pihak swasta sehingga terciptanya good governance.

Strategi meningkatkan SDM yang berkualitas melalui OPen diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dengan pendidikan karakter, memaksimalkan dana pendidikan dan sasaran penerima beasiswa, memanfaatkan bonus demografi serta meningkatkan skill dan keterampilan sehingga masyakarat yang berkualitas dapat terwujud dan kemiskinan dapat teratasi dengan sendirinya.

Investasi dibidang pendidikan memperoleh kesempatan untuk berkompetisi guna mendapatkan kesempatan penghidupan yang lebih baik di masa depan dan turut terlibat dalam proses pembangunan. Pendidikan bukan hanya untuk menghasilkan orang pintar tetapi juga membangun karakter yang baik dan keterampilan kerja di berbagai bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan pendidikan yang terprogram dan menjangkau target SDGs, maka pendidikan menjadi instrumen paling efektif untuk memotong mata rantai kemiskinan di Indonesia menuju Kejayaan Indonesia Emas Tahun 2045.

 

REFERENSI

 

Ambarita, Biner. Pembangunan Karakter Menuju Generasi Emas Tahun 2045. Universitas Negeri Medan.

Fitrian, Rizka. 2017 “Peran Pendidikan dalam Mewujudkan Indonesia Emas”.  Departemen Gama Cendekia Coorperation. https://gc.ukm.ugm.ac.id/2017/08/peran-pendidikan-dalam-mewujudkan-indonesia-emas/ (Di akses pada tanggal 24 Juni 2020)

Machmoed, Zain. “Reformasi Pengentasan Kemiskinan: dari Pendekatan Ekonomi ke Pendekatan Kesejahteraan”. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 4, Oktober 1999, 79-96.

Manusia Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Nusa Penida. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2.  Bali: Universitas Udayana.

Muskabe, Herman dkk. Menyongsong Bonus Demografi 2020-2030 Peluang dan Tantangan Generasi Muda NTT. http://chmk.ac.id/wp/menyongsong-bonus-demografi-2020-2030/ (Di akses pada tanggal 24 Juni 2020)

Nanto, Rio. 2017 Pendidikan Generasi Muda dan SDGs 2030. KMK Ledalaero. http://www.dawainusa.com/pendidikan-generasi-muda-dan-sdgs-2030/ (Di akses pada tanggal 24 Juni 2020)

Prasetyo Sutanto, Hari. Education For Sustainable Development in West Nusa Tenggara. Jurnal. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri.

Setyadhi Mustika ,Made Dwi.  2013. Analisis Strategi Peningkatan Kualitas Sumber Daya.

Simorangkir, Eduardo.  “Dana Pendidikan Lebih Banyak untuk Gaji Ketimbang Bangun Sekolah”. DetikFinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3738100/dana-pendidikan-lebih-banyak-untuk-gaji-ketimbang-bangun-sekolah (Di akses pada tanggal 20 Juni 2020)

 

 

 

 

 

 

KAMPANYE PENYELAMATAN IKAN HIU

Foto: Google Oleh : Esa Septian Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.504 pulau yang masing...