A.
Konsep Negara Hukum Kontemporer
Gagasan, cita, atau ide Negara Hukum, selain terkait dengan
konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep
‘nomocracy’yang berasal dari perkataan ‘nomos’dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi
itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam
demokrasi. ‘Nomos’berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang
dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma
atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide
kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi.
Dalam istilah Inggeris yang dikembangkanoleh A.V. Dicey, hal
itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika
Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”.Yang sesungguhnya
dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang.
Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”, jelas tergambar
bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari
zaman Yunani Kuno. Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental
dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, JuliusStahl, Fichte,
dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan
dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan
A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”.Menurut Julius Stahl, konsep Negara
Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen
penting, yaitu:
1.
Perlindungan
hak asasi manusia.
2.
Pembagian
kekuasaan.
3.
Pemerintahan
berdasarkan undang-undang.
4.
Peradilan
tata usaha Negara.
Sedangkan
A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara
Hukum
yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
1.
Supremacy
of Law.
2.
Equality
before the law.
3.
Due
Process of Law.
Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius
Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip
‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara
Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The International Commission of
Jurist”, prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip
peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary)
yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara
demokrasi.
Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum
menurut “The International Commission of Jurists” itu adalah:
1.
Negara
harus tunduk pada hukum.
2.
Pemerintah
menghormati hak-hak individu.
3.
Peradilan
yang bebas dan tidak memihak.
Profesor
Utrecht membedakan ntara Negara Hukum Formil atau Negara Hukum
Klasik,
dan Negara Hukum Materiel atau Negara Hukum Modern. Negara Hukum Formil
menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti
peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum
Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya.
Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya ‘Law in a Changing Society’
membedakan antara ‘rule of law’dalam arti formil yaitu dalam arti ‘organized
public power’, dan ‘rule of law’dalam arti materiel yaitu ‘the rule of just
law’.
Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam
konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara
substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat
dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh
aliran pikiran hukum materiel.
Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti 4 peraturan
perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan
juga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan
substantive. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’ oleh Friedman
juga dikembangikan istilah ‘the rule of
just law’untuk memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang ‘the rule of
law’tercakup pengertian keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar
memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah
yang digunakan tetap ‘the rule of law’, pengertian yang bersifat luas itulah
yang diharapkan dicakup dalam istilah ‘the rule of law’ yang digunakan untuk
menyebut konsepsi tentang Negara Hukum di zaman sekarang.
Namun demikian, terlepas dari perkembangan pengertian
tersebut di atas, konsepsi tentang Negara Hukum di kalangan kebanyakan ahli
hukum masih sering terpaku kepada unsur-unsur pengertian sebagaimana
dikembangkan pada abad ke-19 dan abad ke-20. Sebagai contoh, tatkala merinci
unsur-unsur pengertian Negara Hukum (Rechtsstaat), para ahli selalu saja
mengemukakan empat unsur ‘rechtsstaat’, dimana unsurnya yang keempat adalah
adanya ‘administratieve rechtspraak’atau peradilan tata usaha Negara sebagai
ciri pokok Negara Hukum. Tidak ada yang mengaitkan unsur pengertian Negara Hukum
Modern itu dengan keharusan adanya kelembagaan atau setidak-tidaknya fungsi
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengadilan tata Negara. Jawabannya ialah
karena konsepsi Negara Hukum (Rechtsstaat) sebagaimana banyak dibahas oleh para
ahli sampai sekarang adalah hasil inovasi intelektual hukum pada abad ke 19
ketika Pengadilan Administrasi Negara itu sendiri pada mulanya dikembangkan;
sedangkan Mahkamah Konstitusi baru dikembangkan sebagai lembaga tersendiri di
samping Mahkamah Agung atas jasa Professor Hans Kelsen pada tahun 1919, dan
baru dibentuk pertama kali di Austria pada tahun 1920.
Oleh karena itu, jika pengadilan tata usaha Negara merupakan
fenomena abad ke-19, maka pengadilan tata negara adalah fenomena abad ke-20
yang belum dipertimbangkan menjadi salah satu ciri utama Negara Hukum
kontemporer. Oleh karena itu, patut kiranya dipertimbangkan kembali untuk
merumuskan secara baru konsepsi Negara Hukum modern itu sendiri untuk kebutuhan
praktek ketatanegaraan pada abad ke-21 sekarang ini.
Menurut Arief Sidharta, Scheltema, merumuskan pandangannya
tentang unsur-unsur dan asas-asas Negara Hukum itu secara baru, yaitu meliputi
5 (lima) hal sebagai berikut:
1. Pengakuan, penghormatan, dan
perlindungan Hak Asasi Manusia yang berakar dalam penghormatan atas martabat
manusia (human dignity).
2. Berlakunya asas kepastian hukum.
Negara Hukum untukbertujuan menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam
masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan
prediktabilitas yang tinggi, sehingga dinamika kehidupan bersama dalam
masyarakat bersifat ‘predictable’. Asas-asas yang terkandung dalam atau terkait
dengan asas kepastian hukum itu adalah:
a.
Asas
legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum;
b.
Asas
undang-undang menetapkan berbagai perangkat peraturan tentang cara pemerintah
dan para pejabatnya melakukan tindakan pemerintahan;
c.
Asas
non-retroaktif perundang-undangan, sebelum mengikat undang-undang harus lebih
dulu diundangkan dan diumumkan secara layak;
d.
Asas
peradilan bebas, independent, imparial, dan objektif, rasional, adil dan manusiawi;
e.
Asas
non-liquet, hakim tidak boleh menolak perkara karena alasan undang-undangnya
tidak ada atau tidak jelas;
f.
Hak
asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin perlindungannya dalam undang-undang
atau UUD.
3. Berlakunya Persamaan (Similia
Similius atau Equality before the Law) Dalam Negara Hukum, Pemerintah tidak
boleh mengistimewakan orang atau kelompok orang tertentu, atau
memdiskriminasikan orang atau kelompok orang tertentu. Di dalam prinsip ini,
terkandung (a) adanya jaminan persamaan bagi semua orang di hadapan hukum dan
pemerintahan, dan (b) tersedianya mekanisme untuk menuntut perlakuan yang sama
bagi semua warga Negara.
4. Asas demokrasi dimana setiap orang
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan
atau untuk mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan. Untuk itu asas
demokrasi itu diwujudkan melalui beberapa prinsip, yaitu: a. Adanya mekanisme
pemilihan pejabat-pejabat publik tertentu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil yangdiselenggarakan secara berkala;
b.
Pemerintah
bertanggungjawab dan dapat dimintai pertanggungjawaban oleh badan perwakilan
rakyat;
c.
Semua
warga Negara memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan politik dan mengontrol pemerintah;
d.
Semua
tindakan pemerintahan terbuka bagi kritik dankajian rasional oleh semua pihak;
e.
Kebebasan
berpendapat/berkeyakinan dan menyatakan pendapat;
f.
Kebebasan
pers dan lalu lintas informasi;
g.
Rancangan
undang-undang harus dipublikasikan untuk memungkinkan partisipasi rakyat secara
efektif.
5. Pemerintah dan Pejabat mengemban
amanat sebagai pelayan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan tujuan bernegara yang bersangkutan. Dalam asas ini
terkandung hal-hal sebagai berikut:
a.
Asas-asas
umum peerintahan yang layak;
b.
Syarat-syarat
fundamental bagi keberadaan manusia yang bermartabat bmanusiawi dijamin dan
dirumuskan dalam aturan perundang-undangan, khususnya dalam konstitusi;
c.
Pemerintah
harus secara rasional menata tiap tindakannya, memiliki tujuan yang jelas dan
berhasil guna (doelmatig). Artinya, pemerintahan itu harus diselenggarakan secara efektif dan efisien.
B.
Cita Negara Hukum Indonesia
Dalam rangka merumuskan kembali ide-ide pokok konsepsi
Negara Hukum itu dan pula penerapannya dalam situasi Indonesia dewasa ini,
menurut pendapat saya, kita dapat merumuskan kembali adanya tiga-belas prinsip
pokok Negara Hukum (Rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang. Ketiga-belas
prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri
tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (The
Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya, yaitu:
1.
Supremasi
Hukum (Supremacy of Law):
Adanya pengakuan normatif dan
empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan
dengan hukum sebagai pedoman tertinggi.
Dalam perspektif supremasi hukum
(supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang
sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang
tertinggi.
Pengakuan normative mengenai
supremasi hukum adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau
konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam
perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang ‘supreme’.
Bahkan, dalam republik yang menganut sistem presidential yang bersifat murni,
konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untukdisebut sebagai ‘kepala
negara’. Itu sebabnya, dalam sistem pemerintahan presidential, tidak dikenal
adanya pembedaan antara kepala Negara dan kepala pemerintahan seperti dalam
sistem pemerintahan parlementer.
2.
Persamaan
dalam Hukum (Equality before the Law):
Adanya persamaan kedudukan setiap
orang dalam hukumdan pemerintahan, yang diakui secara normative dan
dilaksanakan secara empirik.
Dalam rangka prinsip persamaan ini,
segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya
diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan
yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan ‘affirmative actions’guna
mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga
masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat
perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang
sudah jauh lebih maju. Kelompok masyarakat tertentu yang dapat diberikan
perlakuan khusus melalui ‘affirmative actions’yang tidak termasuk pengertian
diskriminasi itu misalnya adalah kelompok masyarakat suku terasing atau
kelompok masyarakat hukum adapt tertentu yang kondisinya terbelakang. Sedangkan
kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat diberi perlakuan khusus yang
bukan bersifat diskriminatif, misalnya, adalah kaumwanita ataupun anak-anak
terlantar.
3.
Asas
Legalitas (Due Process of Law):
Dalam setiap Negara Hukum,
dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of
law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan
perundang-undangan yang sah dan tertulis.
Peraturan perundang-undangan
tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan
atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan
atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules and
procedures’ (regels). Prinsip normative demikian nampaknya seperti sangat kaku
dan dapat menyebabkan birokrasimenjadi lamban.
Oleh karena itu, untuk menjamin
ruang gerak bagi para pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugasnya,
maka sebagai pengimbang, diakui pula adanya prinsip ‘frijs ermessen’ yang
memungkinkan para pejabat tata usaha negara atau administrasi negara
mengembangkan dan menetapkan sendiri ‘beleid-regels’(‘policy rules’)ataupun
peraturan-peraturan yang dibuat untuk kebutuhan internal (internal
regulation)secara bebas dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang
dibebankan oleh peraturan yang sah.
4.
Pembatasan
Kekuasaan:
Adanya pembatasan kekuasaan Negara
dan organ-organ Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan
secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum
besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang
menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to
corrupt, and absolute power corrupts absolutely”.
Karena itu, kekuasaan selalu harus
dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang
bersifat ‘checks and balances’dalam kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga
dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam beberapa organ yangtersusun
secara vertical. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan
terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya
kesewenang-wenangan. Peradilan Tata Usaha Negara: Meskipun peradilan tata usaha
negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi
penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap perlu
ditegaskan tersendiri.
Dalam setiap Negara Hukum, harus
terbuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan
pejabat administrasi Negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha negara
(administrative court) oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan TataUsaha
Negara ini penting disebut tersendiri, karena dialah yang menjamin agar warga
negara tidak didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi
negara sebagai pihak yang berkuasa. Jika hal itu terjadi, maka harus ada
pengadilan yang menyelesaikan tuntutan keadilan itu bagi warga Negara, dan harus
ada jaminan bahwa putusan hakim tata usaha Negara itu benar-benar djalankan
oleh para pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan. Sudah tentu, keberadaan
hakim peradilan tata usaha negara itu sendiri harus pula dijamin bebas dan
tidak memihak sesuai prinsip, independent and impartial judiciary’tersebut di
atas. Perlindungan Hak Asasi Manusia: Adanya perlindungan konstitusional
terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui
proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut
dimasyarakatkansecara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu
Negara Hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang
hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi.
Terbentuknya Negara dan demikian
pula penyelenggaraan kekuasaan suatu Negara tidak boleh mengurangi arti atau
makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu. Karena itu, adanya
perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia itu merupakan
pilar yang sangat penting dalam setiap Negara yang disebut sebagai Negara
Hukum. Jika dalam suatu Negara, hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar
dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara
adil, maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum
dalam arti yang sesungguhnya.
5.
Bersifat
Demokratis (Democratische Rechtsstaat):
Dianut dan dipraktekkannya prinsip
demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan nilai-nilai
keadilan yang hidup di tengah masyarakat.
Hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh
dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan
prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum tidak dimaksudkan hanya menjamin
kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan
rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali. Dengan demikian, cita negara hukum
(rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah ‘absolute rechtsstaat’, melainkan
‘democratische rechtsstaat’atau negara hukum yang demokratis. Dalam setiap
Negara Hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi,
sebagaimana di dalam setiap Negara Demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya
berdasar atas hukum.
C.
Indonesia Sebagai Negara Hukum
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum
(rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia
menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan,
keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensinya adalah bahwa hukum
mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
Di Indonesia, istilah negara hukum secara konstitusional
telah disebutkan pada UUD 1945. Penggunaan istila negara hukum mempunyai
perbedaan antara sesudah dilakukan amandemen dan sebelum dilakukan amandemen.
Sebelum amandemen UUD 1945, yang berbunyi bahwa " Indonesia adalah negara
yang berdasar atas negara hukum". Sedangkan setelah dilakukannya amandemen
UUD 1945 yaitu "Negara Indonesia adalah negara hukum." istilah negara
tersebut dimuat dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3). Meskipun ada perbedaan UUD
1945 sebelum dan sesudah amandemen pada hakikatnya keduanya mempunyai tujuan
yang sama yaitu menjadikan Negara Indonesia sebagai negara hukum. Indonesia
sebagai negara hukum, memliki karakteristik mandiri yang berarti kemandirian
tersebut terlihat dari penerapan konsep atau pola negara hukum yang dianutnya.
Konsep yang dianut oleh negara kita disesuaikan dengan kondisi yang ada di
Indonesia yaitu Pancasila. NKRI sebagai negara hukum yang berdasarkan pada
pancasila, pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu yaitu bertujuan untuk
mewujudkan tata kehidupan negara kita sebuah negara yang aman, tentram, aman
sejahtera, dan tertib dimana kedudukan hukum setiap warga negaranya dijamin
sehingga bisa tercapainya sebuah keserasian, keseimbangan dan keselarasan
antara kepentingan perorangan maupun kepentingan kelompok (masyarkat). Konsep
negara hukum pancasila artinya suatu sistem hukum yang didirikan berdasarkan
asas-asas dan kaidah atau norma-norma yang terkandung/tercermin dari nilai yang
ada dalam pancasila sebagai dasar kehidupan bermasyarakat.
Beberapa pernyataan yang mencerminkan bahwa Indonesia
sebagai negara hukum antara lain:
- UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
- Bab X pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
- Dalam pasal 28 ayat (5) yang berbunyi bahwa untuk penegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan
Negara
berdasarkan atas hukum ditandai dengan beberapa asas diantaranya adalah bahwa
semua perbuatan atau tindakan seseorang baik individu maupun kelompok, rakyat
maupun pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan
atau didasarkan pada peraturan yang berlaku. Negara berdasarkan atas hukum
harus didasarkan hukum yang baik dan adil tanpa membeda-bedakan. Hukum yang
baik adalah hukum yang demokratis, yaitu didasarkan pada kehendak rakyat sesuai
dengan kesadaran hukum rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum yang adil
adalah hukum yang memenuhi maksud dan tujuan hukum yaitu keadilan. Hukum yang
baik dan adil perlu untuk dijunjung tinggi karena bertujuan untuk melegitimasi
kepentingan tertentu, baik kepentingan penguasa, rakyat maupun kelompok. Oleh
karena itu suatu negara yang menyatakan bahwa negaranya merupakan negara hukum.
Negara hukum menurut UUD 1945 adalah negara yang berdasarkan pada kedaulatan
hukum. Negara itu sendiri merupakan subjek hukum, dalam arti rechstaat
(Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum). Ciri-ciri konsep rechstaat
antara lain:
- Adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
- Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan Hak asasi manusia
- Pemerintahan berdasarkan peraturan
- Adanya peradilan administrasi
Di
Indonesia yang menggunakan sebuah konsep rechstaat berarti semua yang dilakukan
oleh rakyat tergantung pada bagaimana bunyi atau teks ketentuan hukumnya dalam
pasal-pasal yang telah ada. Supremasi hukum di Indonesia menurut konsep
rechstaat adalah menempatkan negara sebagai subjek sebuah hukum, sehingga
konsekuensi hukumnya dapat dituntut di sebuah pengadilan. Karena dipandang
sebagai subjek hukum, maka jika siapapun yang melanggar hukum tersebut atau
bersalah dapat dituntut didepan pengadilan. Didalam negara hukum, setiap aspek
tindakan pemerintah baik dalam lapangan pengaturan maupun pelayanan harus
dengan sangat didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Artinya pemeribtah
tidak dapat melakukan tindakan sewenang-wenang. Bbeberapa unsur yang harus
berlaku dalam negara hukum adalah:
- Adanya suatu sistem pemerintahan sebuah negara yang didasarkan pada kedaulatan rakyat
- Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya harus berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan
- Adanya pengawasan dari badan atau lembaga peradilan yang bebas dan mandiri, dalam artian lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak siapapun
- Adanya peran yang nyata dari anggota masyarakat maupun warga negara untuk berpartisipasi atau ikut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut.
Negara Indonesia sebagai negara
hukum, begitu yang dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 pasal 1
ayat (3). Sehingga seluruh snedi kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara harus berdasarkan pada norma-norma hukum. Artinya, hukum harus
dijadikan sebagai jalan keluar dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkenaan
dengan perorangan maupun kelompok, baik masyarakat maupun negara. Norma hukum
bukanlah satu-satunya kaidah yang bersifat mengatur terhadap manusia dalam
hubungannya dengan sesama manusia. Hukum tidak dibuat tetapi hidup,
tumbuh dan juga berkembang bersama masyarakat. Hukum harus tetap memuat
nilai-nilai yang ideal dan harus pula dijunjung tinggi oleh segenap elemen
masyarakat.
REFERENSI
Asshiddiqie, SH, Prof. Dr. Jimly. Gagasan Negara
Hukum Indonesia
http://www.jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf (Diakses pada tanggal 06 Oktober
2017)
Fajrin,
alfina. Indonesia Sebagai Negara Hukum. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/alfinafajrin/59b80b71941c202012739722/indonesia-sebagai-negara-hukum (Diakses pada tanggal 08 Oktober
2017)
Penjelasan
atas Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945