BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak dilindungi dari upaya-upaya mempekerjakannya pada pekerjaan yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang eksploitatif karena bersifat tidak manusiawi.
Anak adalah tumpuan harapan masa depan bangsa, negara, masyarakat, ataupun keluarga, oleh karena kondisinya sebagai anak, maka diperlukan perlakuan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental, dan rohaninya. Maka peran orang tua yaitu memenuhi hak-hak anak agar dapat mengembangan dirinya untuk bersosialisasi belajar dan berlatih, di didik menjadi anak yang memiliki potensi yang baik untuk masa depannya.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap anak yang bekerja ini telah dikeluarkan peraturan perundangan-undangan, yang ada prinsipnya melarang anak untuk bekerja dan apabila terpaksa untuk bekerja,hal ini terjadi karena dorongan ekonomi yang sulit menyebabkan anak menjadi putus sekolah dan bekerja untuk membantu orang tuanya. Maka dengan keadaan tersebut anak harus mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang memadai.
Peran per undang-undangan dalam menegakkan peraturan yang melarang anak-anak untuk bekerja sangat menjadi hal yang penting untuk menjadi focus utamanya. Sehingga tindak kekerasan terhadap pekerja anak dibawah umur dapat terhindarkan. Untuk itu pemerintah terus melakukan perbaikan terhadap perundang-undangan agar lebih konsisten dengan cara meratifikasi konvensi hak-hak anak.
Upaya untuk mewujudkan pemenuhan dan perlindungan hukum atas hak seseorang tercantum dalam Perundangundangan yang dibuat khusus untuk lebih melindungi hak anak yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang membahas mengenai batas minimum anak bekerja.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tinjauan hukum terhadap mempekerjakan anak dibawah umur?
2. Bagaimana eksploitasi anak dibawah umur dalam ketenagakerjaan?
3. Bagaimana upaya penegakan perlindungan hukum ketenagakerjaan terhadap pekerja anak dibawah umur?
C. Tujuan
Mengetahui sejauh mana peran pengaruh perlindungan hukum ketenagakerjaan terhadap anak dibawah umur. Serta menemukan permasalahan yang terjadi dan upaya perlindungan hukum dan bagaimana Upaya penegakan perlindungan hukum terhadap pekerja anak dibawah umur.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan umum tentang pekerja anak dibawah umur
Di Indonesia, jaminan perlindungan terhadap anak telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan. Anak harus dilindungi dari segala bentuk ketelantaran, kekerasan, penganiayaan. Ia tidak boleh dijadikan subyek perdagangan anak, tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu, ia tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikankesehatan atau pendidikannya, serta dapat mempengaruhi perkembangan tubuh, jiwa dan akhlaknya, tetapi kenyataan yang terjadi justru masih banyaknya hak-hak anak yang diabaikan seperti banyaknya pekerja-pekerja dari kalangan anak-anak.
Pekerja anak adalah istilah yang digunakan untuk mempekerjakan anak-anak. Istilah pekerja anak dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak atas tenaga mereka dengan gaji yang kecil atau pertimbangan bagi perkembangan kepribadian mereka, keamanannya, kesehatannya dan prospek masa depan.
Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 memang tidak disebutkan pengertian yuridis mengenai pekerja anak, namun dari ketentuan-ketentuan pengecualian terhadap larangan mempekerjakan anak, secara tidak langsung telah memberikan pengertian tersebut. Selaras dengan itu, dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 diartikan “Sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Makna kata “setiap orang” dalam hal ini juga berlaku untuk anak sepanjang anak yang dimaksud sesuai dengan pengecualian dalam Undang-Undang terhadap larangan mempekerjakan anak. Dari hal tersebut kemudian dapat ditarik mengenai makna pekerja anak yaitu setiap anak berusia 13 tahun sampai dengan 15 tahun yang bekerja pada orang lain dan mendapatkan upah atau imbalan dalam bentuk lain, yang sifat pekerjaan dan syarat kerjanya telah ditentukan dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003.
Pekerja anak dalam hal ini adalah anak yang kehilangan masa kanakkanak dan masa depannya yang bekerja sepanjang hari dengan upah rendah dan dibawah kondisi yang menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan, perkembangan fisik maupun mental, dimana terkadang harus berpisah/dipisahkan dari kesempatan untuk memperoleh pendidikan serta melakukan berbagai pekerjaan yang bertentangan dengan hukum.
Di Negara berkembang termasuk Indonesia tidak dapat dipungkiri banyak anak yang terpaksa melakukan pekerjaan dikarenakan adanya dorongan ekonomi dalam arti membantu mencari nafkah untuk menopang kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarga. Anak yang bekerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Rendahnya rata-rata
kemiskinan penduduk Indonesia atau penduduk
Indonesia banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Melihat kondisi seperti
ini sangat mempengaruhi orang tua untuk mengajak anaknya bekerja mencari
tambahan penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup;
2. Budaya masyarakat yang
mendidik anak untuk bekerja membantu
orang tua merupakan suatu hal yang wajar dan biasa. Adanya anggapan bahwa anak
tidak mau membantu bekerja maka dianggap sebagai anak yang tidak berbakti,
mereka dididik sejak usia dini untuk bekerja membantu orang tuanya, maka
bekerja sejak kecil merupakan proses pendidikan keluarga agar anak mau berbakti
kepada orang tua;Kemampuan Pemerintah dalam menyediakan fasilitas untuk belajar
mengajar sangat terbatas;
3. Terjadinya keretakan rumah tangga (broken home) sehingga anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya dan mereka berusaha mencari jati-dirinya dengan jalan bekerja dengan harapan dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
B. Eksploitasi Anak Dalam Ketenagakerjaan
Berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dilarang mempekerjakan anak, namun ketentuan tersebut tidak bersifat mutlak. Ketentuan tersebut dikecualikan dalam beberapa kondisi sebagai berikut:
- Bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai 15
tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dan kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat (1)). Untuk
mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan ini
harus ada:
a. Izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. Waktu kerja maksimum 3 jam;
d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. Adanya hubungan kerja yang jelas;
- Menerima upah seseuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Bagi anak yang berumur sedikitnya 14 tahun, dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2)). Pekerjaan yang sesuai dengan kurikulum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dalam praktiknya disebut Praktik Kerja lapangan (PKL).
- Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya dengan syarat:
a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. Waktu kerja paling lama 3 jam;
c. Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
Adapun hal-hal mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dilarang dilakukan dan melibatkan anak terdapat dalam Pasal 74 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yaitu larangan mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang teburuk meliputi:
a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian.
c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
d.
Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral
anak.
Bentuk Pekerjaan Terburuk dari Buruh Anak berdasarkan Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2002 Recana Penghapusan BetukBentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak yaitu:
1. Mempekerjakan anak-anak sebagai pelacur;
2. Mempekerjakan anak-anak di pertambangan;
3. Mempekerjakan anak-anak sebagai penyelam mutiara;
4. Mempekerjakan anak-anak di bidang konstruksi;
5. Menugaskan anak-anak di anjungan penangkapan ikan lepas pantai (yang di Indonesia disebut jermal);
6. Mempekerjakan anak-anak sebagai pemulung;
7. Melibatkan anak-anak dalam pembuatan dan kegiatan yang menggunakan bahan peledak;
8. Mempekerjakan anak-anak di jalanan.
Kewajiban untuk melindungi pekerja anak tidak hanya harus dilakukan oleh pengusaha yang mempekerjakan anak, tetapi juga harus dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah diwajibkan untuk melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Tujuan dari upaya penanggulangan tersebut adalah untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya penanggulangan tersebut harus dilakukan secara terencana, terpadu.
Masih banyaknya pekerja anak di dunia ini, terutama di Negaranegara berkembang, dikarenakan upaya-upaya untuk mengatasi masalah pekerja anak pada sekitar satu abad terakhir ini berjalan sangat lambat. Hal ini tidak terlepas dari skeptisme serta beberapa argumentasi yang berkembang di masyarakat, antara lain ialah :
a) Pendidikan yang ada seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan anak-anak keluarga miskin dan bahkan menjauhkan mereka dari lingkungannya.
b) Anak diperlukan untuk memberikan kontribusi bagi kesejahteraan keluarga, khususnya bagi keluarga-keluarga miskin.
c) Pekerja anak diperlukan agar produk-produk industri tertentu memiliki daya saing yang lebih tinggi.
d) UndangUndang atau peraturan mengenai pekerja anak tidak mungkin untuk dilaksanakan mengingat begitu banyak perusahaan yang mempekerjakan mereka.
e) Anggapan bahwa pemerintah tidak sepatutnya mencampuri keinginan orang tua terhadap apa yang dirasakan mereka paling bermanfaat bagi anak-anak mereka sendiri.
C. Upaya Penegakan Perlindungan hukum terhadap pekerja anak dibawah umur
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja termasuk tenaga kerja anak mencakup perlindungan jam kerja dan istirahat, jaminan upah dan jaminan sosial keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlakuan secara wajar dan manusiawi.
Berbicara mengenai perlindungan anak, setidaknya ada dua aspek yang terkait didalamnya. Aspek pertama yang berkaitan dengan kebijakan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan anak. Aspek kedua berkaitan dengan pelaksanaan dari kebijakan perundang-undangan tersebut. Mengenai aspek pertama, sampai saat ini telah cukup perundang-undangan untuk mengatur hal-hal berkaitan dengan perlindungan anak. Aspek kedua adalah apakah dengan telah tersedianya berbagai perangkat perundang-undangan tentang hak-hak anak tersebut telah dengan sendirinya usaha-usaha untuk mewujudkan hak-hak anak dan upaya penghapusan praktik-praktik pelanggaran hukum anak dan mengabaikan terhadap hak anak sebagaimana yang dikehendaki dapat diakhiri.
Upaya perlindungan terhadap tenaga kerja termasuk tenaga kerja anak, meliputi aspek-aspek :
1. Perlindungan hukum, yaitu apabila dapat dilaksanakan peraturan perundangundangan dalam bidang ketenagakerjaan yang mengharuskan atau memaksakan majikan bertindak sesuai dengan perundang-undangan tersebut dan benar-benar dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait.
2. Perlindungan ekonomi, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usahausaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya.
3. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat.
Anak merupakan sumber daya manusia di masa mendatang yang akan mengemban tugas untuk meneruskan perjuangan bangsa dalam mewujudkan citacitanya. Oleh karena itu agar mampu memikul tanggung jawab, anak perlu mendapatkan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar jasmani, rohani dan sosial. Agar kepentingan manusia termasuk anak terlindungi, maka hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung dalam keadaan normal dan damai, akan tetapi dapat juga terjadi pelanggaran hukum.
Melalui penegakan
hukum inilah hukum menjadi kenyataan, selanjutnya dalam penegakan hukum ada
tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan
keadilan.43 Dalam penegakkan hukum ketenagakerjaan adalah harus adanya
pengawasan terhadap dipatuhinya pelaksanaan peraturan perundangundangan
ketenagakerjaan, dimana pengawasan ini menjadi tugas dan
kewajiban dari pegawai pengawas ketenagakerjaan, yang secara lengkap fungsi
pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah :
1.
Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum mengenai
ketenagakerjaan.
2.
Memberi penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga
kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif dari
peraturan-peraturan ketenaga kerjaan.
3. Melaporkan kepada yang
berwenang tentang kecurangan dan
penyelewengan dalam bidang ketenagakerjaan yang tidak jelas diatur
dalam perundang-undangan.
Undang-Undang No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa dilarang mempekerjakan dan melibatkan
anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk dan Pasal 74 ayat (2) pada point D
menyebutkan pekerjaan terburuk yang dimaksud yaitu semua pekerjaan yang
membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak dan bagi pelanggarnya
dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan /atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pemulung,
pengemis, pengamen tergolong dalam pekerjaan yang dapat membahayakan
keselamatan dan kesehatan anak sehingga dalam Pasal 74 Undang-Undang No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bagi para pelanggarnya wajib dikenakan
sanksi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga mengatur tentang pekerjaan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak. Namun masih saja banyak para pelaku yang tidak bertanggung jawab mempekerjakan anak tidak sebagaimana mestinya sehingga ini sangat membahayakan dan merugikan bagi anak. Dibutuhkan kerjasama dan keseriusan untuk menangani masalah-masalah dalam hal mempekerjakan anak,. Ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak Dinas Ketenagakerjaan tapi juga semua pihak yang terkait termasuk masyarakat untuk mebantu mengawasi dan melaporkan apabila ada anak yang bekerja yang dapat membahayakan dirinya.
Penerapan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap tindak pidana mempekerjakan anak masih belum efektif, terbukti dengan adanya ditemukan beberapa pekerja anak di berbagai sektor industry namun tidak satupun yang di berikan sanksi pidana padahal mempekerjakan anak yang tidak sesuai dengan ketentuanketentuan tersebut adalah termasuk dalam tidak pidana serta ini akan menambah lebih banyak lagi jumlah pekerja anak.
Tindakan mempekerjakan anak semestinya diberlakukan sebagai tindakan melawan Undang-Undang yang sah dan dapat dikenai sanksi hukum. Pekerja anak dalam kondisi tereksploitasi, mereka rata-rata bekerja selama 8 jam / hari dengan menerima upah jauh dibawah UMK, sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk mengenyam pendidikan dan bermain, tidak mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan dan jaminan sosial sehingga jauh dari sejahtera.
Pekerja anak belum mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya. Aspek perlindungan hukum, aspek perlindungan ekonomi, aspek perlindungan sosial, maupun aspek perlindungan teknis belum diberikan kepada pekerja anak yang berhak untuk mendapatkannya.
Sistem perlindungan hukum pekerja anak yang ada belum dilaksanakan secara nyata, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pengusaha tidak mendapatkan tindakan hukum sebagaimana mestinya, karena tidak terlaksananya fungsi pegawai pengawas ketenagakerjaan. Eksploitasi terhadap pekerja anak, dalam bentuk kerja penuh waktu pada umur terlalu dini, terlalu banyak waktu yang dipergunakan untuk bekerja, upah yang tidak mencukupi, hilangnya peluang untuk mengikuti pendidikan.
Terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran hak anak tidak dilakukan proses hukum sehingga tidak mendapatkan sanksi pidana apapun dan memberi kesempatan kepada pengusaha untuk melakukan pelanggaran serupa. Sistem perlindungan hukum terhadap pekerja anak sudah memadai untuk menangani masalah eksploitasi pekerja anak, tetapi belum diterapkan sebagaimana mestinya
B. Saran
Perlu diupayakan satu kesatuan tekad dan langkah dari para pejabat pemerintah, aparatur pelaksana, para pengusaha, para orang tua serta seluruh komponen Bangsa untuk benar-benar meniadakan pekerja anak. Perlunya ada sosialisasi kepada masyarakat tentang Undang-Undang no.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan agar masyarakat mengetahui bahwa mempekerjakan anak diluar batas kemampuannya termasuk tindak pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin. Kajian Perlindungan Hukum terhadap anak dibawah umur sebagai korban kekerasan di kota palu.
Dewi. Mahardika Kusuma. 2013. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Mempekerjakan Anak Sebagai Buruh Di Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin: Makassar.
Manik, Lesbon. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Yang Mempekerjakan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Di Kota Pekanbaru.
Muhammad Joni dan Zulechaina Z, Tanamas 1999. Aspek Hukum Perlindungan Anak dan Perspektif Konvensi Hak-hak Anak, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal : 1- 8
Tjahjanto, Drs Eka. Implementasi Peraturan Perundang – Undangan Ketenagakerjaan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Pekerja Anak. Tesis. Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro. Semarang: 2008.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Pasal 1 Ayat 2.