09 April, 2024

Valley Of Death dalam Inovasi Kebijakan

 Oleh: Esa Septian

1.      Valley Of Death dalam Inovasi Kebijakan

a.      Fenomena Brokering dan Praktik di Indonesia

Broker Kebijakan merupakan suatu perantara yang menghubungkan individu, tim atau organisasi dengan sumber informasi. Sumber prioritas informasi didapatkan dengan data-data dan penelitian yang mendukung terciptanya bukti dan pengetahuan. Bukti yang dihasilkan memberikan peran penting dalam memengaruhi kebijakan bagi para policy making. Policy making terhubung dengan bukti-bukti yang dapat dijadikan sumber acuan dalam menciptakan inovasi-inovasi kebijakan dan solusi inovatif masalah kebijakan agar kebijakan dihasilkan dapat sesuai dengan realitas dilapangan. Davies (dalam Pellini, 2018:48) menjelaskan tujuan pembuatan kebijakan berdasarkan bukti untuk membantu policy making mengambil keputusan yang lebih baik. Dalam mencapai hasil yang lebih baik menggunakan bukti, penelitian, evaluasi dan analisis baru di mana pengetahuan tentang inisiatif kebijakan yang efektif.

Definisi “bukti” mencakup data statistik dan administrasi, bukti penelitian, bukti dari implementasi dan evaluasi kebijakan, serta pandangan dan pengalaman masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Pembuatan kebijakan menggunakan pengetahuan dan bukti sebagai pedoman dalam mengambil keputusan. Sumber pengetahuan dapat diperoleh dari lembaga penelitian, universitas, lembaga think thank dan unit analisis dan penyedia analisis data yang menghubungkan proses kebijakan. Dalam proses mentransformasi pengetahuan adanya perantara sebagai penghubung dalam birokrasi pemerintah. Terdapat Perantara pengetahuan yang dilibatkan secara aktif oleh pemerintah. Broker-broker pengetahuan ini yang kemudian menjadi legitimasi bagi pembuat kebijakan bahwa mereka sudah menjalankan prosedur evidence based policy secara normative (Seftyono, 2020).

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) sebagai wujud brokering kebijakan. Keberadan balitbang menghasilkan bukti dan pengetahuan bagi pembuat kebijakan. Dalam prosesnya, peneliti dan pembuatan kebijakan seringkali memiliki penafsiran yang berbeda terkait waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan bukti yang kuat. Eksistensi balitbang dipertanyakan dalam menghasilkan bukti yang belum sesuai dengan para pembuat kebijakan. Hal ini diperlukannya keterlibatan aktor lain seperti Lembaga think thank Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang memiliki peran strategis berkontribusi untuk menyediakan penelitian, bukti dan analisis kebijakan. Analisis kebijakan berperan dalam memperkuat sumbangsih terhadap bukti melalui data, penelitian atau analisis yang relevan dengan kebijakan. Analis kebijakan dapat memainkan peran perantara pengetahuan utama antara produsen pengetahuan yang belum dioptimalkan. Analisis kebijakan dapat bermanfaat untuk menghasilkan lebih banyak bukti dan membantu pembuat kebijakan.

Lembaga penelitian yang ada di Indonesia memiliki peran strategis dalam menghasilkan inovasi baru di Indonesia. Lembaga penelitian banyak yang memproduksi pengetahuan yang dihasilkan melalui hasil penelitian yang dipublikasikan kepada publik. Namun, hal ini produksi pengetahuan tersebut banyak yang memiliki kontribusi hasil penelitian yang masih kecil atau biasa disebut valley of death. Kondisi ini menjadi kacamata negatif bagi Lembaga think thank dalam menghasilkan penelitian yang unggul. Untuk keluar dari kondisi lembah kematian dimana hasil penelitian inovatif yang dapat berkualitas unggul dan sesuai realitas yang ada melalui publikasi karya ilmiah sehingga diharapkan inovasi dapat berkontribusi lebih besar terhadap proses pembuatan kebijakan inovasi di Indonesia. 

b.      Kelemahan dan Solusi

Pendanaan yang dialokasikan untuk Balitbang rupanya masih menjadi persoalan terkait jumlah anggaran yang terlalu kecil. Mengingat, tugas yang besar untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas membutuhkan biaya yang besar. Implikasinya hasil penelitian belum dapat memunculkan bukti yang cukup kuat. Disisi lain, pembuat kebijakan belum ada nya strategi yang jelas dalam menggambarkan kebutuhan akan bukti yang dihasilkan oleh balitbang. Analis kebijakan dibentuk dalam menghasilkan bukti yang nyata. Namun, jumlah analis yang terbatas dan selalu dihadapkan komunikasi yang belum berjalan dengan baik antara analis kebijakan dengan pembuat kebijakan.

              Peningkatan anggaran dan kolaborasi dengan meibatkan berbagai aktor sangat dibutuhkan dalam solusi mengatasi persoalan Brokering Kebijakan. hal ini bertujuan untuk menghsailkan bukti yang realistis sesuai arah pembuat kebijakan. Revitalisasi Lembaga litbang sebagai langkah solusi yang tepat dalam mempertahankan dan meningkatkan eksistensi keberadaanya. Kontribusi dengan menghasikan bukti dapat berdampak langsung bagi pemerintah dalam menghasilkan inovasi kebijakan.

Dalam mengembangkan peran sentral analis kebijakan diperlukan pembekalan melalui pelatihan sehingga dapat menghasilkan staf yang bekualitas. Dedikasi analis kebijakan  sangat berpotensi untuk memodernisasikan birokrasi Indonesia dalam mengembangkan sistem kedalam pengambilan keputusan kebijakan.

 

2.      Ilmu Kebijakan berada dalam “Crossroads” dalam Artikel dari deLeon & Vogenbeck di buku dari Frank Fischer dkk.

a.       Perkembangan ilmu di simpang empat

Ilmu kebijakan mengalami perkembangan yang bercabang. Orientasi ilmu kebijakan mengarah pada peran gerakan post positivis. Evolusi ilmu kebijakan telah berkembang mengarah pada persimpangan (crossroads) pertama menurut Delon berjudul “ The Policy Sciences” at the Crossroads” dalam Fischer (2007:5-11) menjelaskan crossroads pada simpang empat ilmu kebijakan:

1.      Sejarah dalam politik amerika sangat berpengaruh besar terhadap pembuatan kebijakan pada masa perang dunia II berupaya melawan kemiskinan yang terjadi. Kemampuan ilmu-ilmu sosial untuk mengarahkan analisis berorientasi masalah yang mendesak masalah publik. Kegiatan dan hasil politik dengan ilmu kebijakan berada dalam ruang yang sama. Peristiwa sejarah terahir mempengaruhi perkembangan ilmu kebijakan dengan berakhirnya perang dingin.

2.      Epistemologis mulai mucul dalam ilmu kebijakan yang melakukan transisi dari metodolgis empiris ke postivis. Postivis berorientasi oada demokrasi.

3.      Evaluasi pada ilmu kebijakan dilakukan melalui pendekatan jaringan kebijakan sebagai alat mengevaluasi aktor publik dan swasta.

4.      Pergerakan yang terjadi di Negara industry pemerintah yang terdesentralisasi termuat pada literatur New Public Management (NPM).

b.       Kekhasan ilmu kebijakan dari ilmu-ilmu lain yang sudah ada sebelumnya

Kekhasan ilmu kebijakan daripada ilmu lainnya yang sudah ada ilmu kebijakan berasal dari peristiwa-peristiwa bersejarah pada masa lalu. Ilmu kebijakan memiliki kekhasan ilmu Menurut Fischer (2007:4), ilmu kebijakan memiliki tiga karakteristik utama, yaitu:

1.      Ilmu Kebijakan berorientasi pada masalah

2.      Pendekatan akademis dan praktik memuat keilmuan secara multisiplin yang disebut policy science (ilmu kebijakan)

3.      Pendekatan ilmu kebijakan bersifat normative dan berorientasi pada nilai

 

3.      Inovasi kebijakan menjadi kecenderungan baru dalam studi kebijakan publik.

a.       Perkembangan literatur dalam studi inovasi kebijakan

Inovasi mengalami perkembangan yang cukup pesat berkembang dari waktu ke waktu. Dorongan hasil temuan invention merupakan sumber dan bentuk inovasi sebagai sekuen (urut-urutan) linier rangkaian riset dasar, riset terapan, litbang, hingga manufaktur/produksi dan distribusi (sering disebut technology push) berkembang terutama pada periode 1960an hingga 1970an (Taufik, 2007:2).

Inovasi merupakan ide/cara baru yang dilakukan dari proses inovasi terhadap produk yang dihasilkan sesuai dengan tujuannya. Perubahan kebutuhan akan permintaan menjadi pemicu adanya inovasi baru muncul yang diterapkan di Indonesia. Inovasi memanfaatkan sumber daya dan pengetahuan yang dihasilkan dari sebuah hasil penelitian. Serta berkembangnya difusi sebagai langkah inovasi tataran dari skala mikro dapat menyebarluas ke masyarakat luas. Inovasi memasukan sistem, prosedur, produk baru yang dapat berkontribusi dalam memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik.

Tantangan yang dihadapi dalam menciptakan inovasi baru dihadapkan pada persoalan Persoalan rendahnya kemampuan berinovasi (ability to innovate) dan kemauan berinovasi (willingnes to inovate) menjadi salah satu tantangan bagi kalangan pejabat publik di instansi pemerintah baik di daerah maupun pusat (Sururi, 2016:3). Telah terjadinya stagnasi inovasi kebijakan karena inovasi masih dominan oleh para pemimpin. Para bawahan belum dapat berpartisipasi memberikan sumbangsih terhadap proses inovasi sehingga cenderung pasif. Para stakeholder pemerintah daerah, pusat dan kementerian mendorong stimulan adanya inovasi bermunculan dengan mengadakan kegiatan lomba hingga pada  pemberian dana hibah penelitian.

b.       Perkembangan teknologi 4.0 mempengaruhi teori dan praktik inovasi kebijakan

Sejak munculnaya studi inovasi kebijakan publik dipengaruhi oleh perkembangan teknologi revolusi industry 4.0 dimana pemerintah telah meninggalkan sistem yang lama tidak relevan lagi diera yang semakin canggih. Masuknya teknologi membuat proses pelayanan semakin cepat dan tanggap memudahkan cara kerja para pemberi layanan. Revolusi industry 4.0 tertanam kemajuan difusi teknologi yang tumbuh secara eksponensial yang berdampak pada sosial ekonomi. Oleh karena itu, mengatasi transformasi semacam itu memerlukan pendekatan holistik yang mencakup solusi sistem yang inovatif dan berkelanjutan (Morrar dkk., 2017:12). Inovasi kebijakan publik secara konseptual didefinisikan sebagai perubahan cara pandang atau masalah yang ada sehingga memunculkan solusi atau masalah. Ruang lingkup inovasi konseptual adalah kemunculan paradigma, ide, gagasan, pemikiran dan terobosan baru yang sebelumnya tak terbayangkan (Sururi, 2016:4-8).

Wujud dari pengaruh perkembangan teknologi terhadap inovasi adalah dengan diterapkannya e-Government atau elektronik pemerintah. E-Government mengarahkan semua penggunaan kegiatan pelayanan oleh pemerintah dengan melibatkan teknologi informasi seperti Wide Area Network (WAN), Internet, dan mobile computing. Penggunaan teknologi informasi memudahkan pemerintah dalam interaksi hubungan dengan masyarakat, bisnis dan pihak yang terkait dengan pemerintah. Pada akhirnya dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan publik (Dewandaru, 2013: 232). Contoh dari adanya penerapan e-Government, yaitu mulai digunakannya sistem informasi manajemen pada Lembaga pemerintahan seperti pada rumah sakit terdapat Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dan Inovasi pelayanan melalui pendaftaran online.

Revolusi industry 4.0 membawa transisi pemerintah untuk masuk dalam kota smart city. Akses yang diberikan lebih mudah dan teknologi memungkinkan produk dan layanan baru telah menghasilkn transformasi signifikan terhadap interaksi antara mesin dan manusia (Sima dkk., 2020:2). Smart city sebagai bentuk inovasi kebijakan yang mengintegrasikan teknologi informasi dalam tata Kelola pemerintah. Selain itu, perkembangan inovasi lain masuk dalam program-program yang inovatif yang masuk ke desa seperti inovasi desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) memberikan kontribusi memanfaatkan dana desa seperti inovasi desa wisata dan pemasaran produk BUMDes pada marketplace e-commerce.


 

Daftar Pustaka

Dewandaru, Dimas Sigit. 2013. Pemanfaatan Aplikasi E-Office untuk Mendukung Penerapan E-Government dalam Kegiatan Perkantoran. Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Puslitbang Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum.

Fischer, Frank. Miller, Gerald J & Sidney, M. S. (2007). Handbook of Public Policy Analysis Theory, Politics, and Methods. CRS Press.

Pellini, A., Prasetiamartati, B. Nugroho, K.P. Jackson, E. Carden, F. (2018). Knowledge, Politics and Policy making in Indonesia. Springer: Singapura.

Seftyono, C. (2020). Transformasi Noise menjadi Voice: Politik Keterbukaan Pengetahuan dalam Kekinian Diskursus Evidence Based Policy di Indonesia. https://osf.io/preprints/socarxiv/89wy6/

Sima, V. Gheorghe, I.G. Subi, J & Nancu, D. (2020). Influences of the Industry 4.0 Revolution on the Human Capital Development and Consumer Behavior: A Systematic Review. Sustainability. doi:10.3390/su12104035

Sururi, A. (2016).  Inovasi Kebijakan Publik (Tinjauan Konseptual dan Empiris). Jurnal Sawala https://doi.org/10.30656/sawala.v4i3.241

Taufik, T.A. (2007). Kebijakan Inovasi di Indonesia: Bagaimana Sebaiknya?. Jurnal Dinamika Masyarakat. https://www.researchgate.net/publication/341056970_Kebijakan_Inovasi_di_Indonesia_Bagaimana_Sebaiknya

 

 

KAMPANYE PENYELAMATAN IKAN HIU

Foto: Google Oleh : Esa Septian Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.504 pulau yang masing...